Meningkatkan Minat Baca Siswa SD di Masa Pandemi Melalui Gerakan Literasi Sekolah
Seperti yang saya, kamu, dan semua orang tahu, membaca adalah jendela dunia, karena dengan membaca maka manusia dapat mengetahui banyak hal yang tidak diketahuinya. Kemampuan dan kemauan membaca akan mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Jadi, semakin banyak membaca dapat dipastikan seseorang akan semakin banyak tahu dan banyak bisa, karena banyaknya pengetahuan seseorang akan membantu dirinya dalam melakukan banyak hal yang sebelumnya tidak dikuasainya, sehingga seseorang yang banyak membaca memiliki kualitas yang lebih dari orang yang sedikit membaca. Bahkan secara resmi, The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) telah mendeklarasikan setiap tanggal 8 September diperingati sebagai Hari Literasi Internasional (Hari Aksara Internasional). Perayaan yang tahun ini memasuki tahun ke-52 pertama kali diproklamasikan oleh UNSECO pada tanggal 17 November 1965.
Namun budaya literasi di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini dapat dibuktikan melalui data berdasarkan fakta yang ada. Bahkan UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Ini berarti, dari 1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Fakta lainnya, 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget,
atau urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget.
Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah
pengguna aktif smartphone
di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia
akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia
setelah Cina, India, dan Amerika. Ironisnya, meski minat baca buku rendah tapi
data wearesocial per Januari 2017
mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang
lebih 9 jam sehari.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan minat baca masyarakat Indonesia masih rendah.
Seperti, belum ada kebiasaan membaca yang ditanamkan sejak dini. Role
model anak di keluarga adalah orang tua dan anak-anak
biasanya mengikuti kebiasaan orang tua. Oleh karena itu, peran orang tua dalam
mengajarkan kebiasaan membaca menjadi penting untuk meningkatkan kemampuan
literasi anak. Selain itu, akses ke fasilitas pendidikan belum merata dan
minimnya kualitas sarana pendidikan. Sudah menjadi fakta bahwa kita masih
melihat banyak anak yang putus sekolah, sarana pendidikan yang tidak mendukung
kegiatan belajar mengajar, dan panjangnya rantai birokrasi dalam dunia
pendidikan. Hal inilah yang secara tidak langsung menghambat perkembangan
kualitas literasi di Indonesia. Terakhir adalah masih kurangnya produksi buku
di Indonesia sebagai dampak dari belum berkembangnya penerbit di daerah,
insentif bagi produsen buku dirasa belum adil, dan wajib pajak bagi penulis
yang mendapatkan royalti rendah sehingga memadamkan motivasi mereka untuk
melahirkan buku berkualitas.
Ditambah lagi dengan adanya pandemi Covid-19
ini. Dimana sesuai dengan kebijakan pemerintah Indonesia, pembelajaran
dilakukan secara jarak jauh (PJJ). Kebijakan ini menjadikan kegiatan belajar
mengajar dalam konteks tatap muka yang biasa dilakukan disekolah dihentikan
sementara. Pemerintah mengganti pembelajaran dengan sistem pembelajaran online
melalui aplikasi pembelajaran yang sudah ada. Dengan adanya kebijakan ini
menjadikan pembelajaran online
yang sebelumnya masih tidak maksimal diterapkan menjadi satusatunya pilihan
bentuk pembelajaran. Hal ini cenderung mengurangi waktu belajar anak sehingga
minat baca mereka turut menurun. Di sisi lain, godaan bermain yang diterima
anakanak jauh lebih tinggi.
Melihat fakta bahwa minat baca masyarakat sangat
rendah, dan tentunya kita prihatin, namun kita juga harus optimis kedepan kita
harus lebih baik melalui usaha yang nyata terhadap peningkatan minat baca masyarakat.
Pemerintah juga berusaha keras untuk meningkatkan minat baca masyarakat di
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya program yang dicanangkan
pemerintah dalam usaha meningkatkan minat baca, baik melalui perpusnas (secara
nasional) maupun program program yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Perhatian pemerintah khususnya terhadap dunia perpustakaan dan aktivitas
literasi akhir-akhir ini cukup mengembirakan. Kalau di Surabaya, kota Surabaya
dikenal sebagai salah satu kota literasi yang memiliki ribuan taman bacaan
masyarakat (TBM) yang tersebar di kampung-kampung, sekolah-sekolah, taman kota,
dan pondok pesantren. Namun yang penting adalah dukungan kita terhadap usaha
pemerintah tersebut.
Rendahnya literasi merupakan masalah mendasar yang
memiliki dampak sangat luas bagi kemajuan bangsa. Literasi rendah berkontribusi
terhadap rendahnya produktivitas bangsa. Ini berujung pada rendahnya
pertumbuhan dan akhirnya berdampak terhadap rendahnya tingkat kesejahteraan
yang ditandai oleh rendahnya pendapatan per-kapita. Karena rendahnya literasi
juga berkontribusi secara signifikan terhadap kemiskinan, pengangguran dan
kesenjangan. Karena itu perlu ada upayaupaya khusus baik dari pemerintah atau
masyarakat Indonesia sendiri untuk meningkatkan tingkat literasi di Indonesia.
Kita pelajari pengertiannya dulu kali ya?
Secara bahasa, literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca. Dalam bahasa Inggris, literacy artinya kemampuan membaca dan menulis (the ability to read and write) dan "kompetensi atau pengetahuan di bidang khusus" (competence or knowledge in a specified area). Kebalikannya adalah illiteracy yang dalam bahasa Indonesi dikenal dengan istilah buta huruf atau tidak bisa membaca. Literasi berasal dari bahasa Latin, literatus, yang berarti "a learned person" atau orang yang belajar. Dalam bahasa Latin juga dikenal dengan istilah littera (huruf) yang artinya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya.
Kalo menurut Kemendikbud RI,
Literasi menurut Kemendikbud (2016:2) adalah kemampuan
mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai
aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara.
Gerakan
Literasi Sekolah (GLS) menurut Kemendikbud (2016:3) merupakan gerakan sosial
dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen.
Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca siswa. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013).
Nah lanjut menurut UNESCO.
Menurut
UNESCO “The United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization”, Literasi ialah
seperangkat keterampilan nyata, terutama ketrampilan dalam membaca dan menulis
yang terlepas dari konteks yang mana ketrampilan itu diperoleh serta siapa yang
memperolehnya.
Terus ini menurut National Institute for
Literacy
National
Institute for Literacy, mendefinisikan Literasi sebagai
“kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan
memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan,
keluarga dan masyarakat.” Definisi ini memaknai Literasi dari perspektif yang
lebih kontekstual. Dari definisi ini terkandung makna bahwa definisi Literasi
tergantung pada keterampilan yang dibutuhkan dalam lingkungan tertentu. Utama dkk (2016:2)
Literasi dalam konteks GLS adalah kemampuan mengakses,
memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas
seperti membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.
Apa sih tujuan adanya Gerakan Literasi Sekolah?
Ditjen Dikdasmen (2016:4) menyatakan bahwa kegiatan
literasi dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan
dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti,
berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap
perkembangan siswa. Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku
kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi,
kabupaten, hingga satuan pendidikan. Pelibatan orang tua siswa dan masyarakat
juga menjadi komponen penting dalam GLS.
Sedangkan menurut Utama dkk
(2016:2)
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan Umum GLS adalah untuk menumbuh kembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah, meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat, menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan dan menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.
Selanjutnya, GLS memiliki ruang lingkup nih.
Jadi, GLS ditekankan pada usaha optimalisasi mengangkat
potensi yang dimiliki oleh pihak sekolah pada 3 (tiga) ruang lingkup sebagai
syarat suksesnya praktek-praktek literasi, yaitu:
1.
Lingkungan fisik sekolah (fasilitas dan
sarana prasarana literasi).
2.
Lingkungan sosial dan afektif (dukungan
dan partisipasi aktif seluruh warga sekolah).
3.
Terciptanya lingkungan akademik dalam
wujud strategi guru untuk mengintegrasikan GLS dalam kegiatan pengajaran untuk
menumbuhkan minat baca siswa SD.
Sasaran dari program ini ditujukan bagi guru sebagai pendidik, pustakawan, dan tim literasi sekolah sebagai tenaga kependidikan untuk membantu mereka melaksanakan kegiatan literasi di sekolah dasar. Selain itu, kepala sekolah perlu memberikan pengetahuan GLS untuk memfasilitasi guru, pustakawan, dan tim literasi sekolah untuk pelaksanaan GLS di sekolah.
Selanjutnya ada beberapah tahapan yang harus dilakukan dalam penerapan GLS, diantaranya :
1. Tahap pembiasaan
Tahap pembiasaan merupakan tahap pertama dari tiga
tahap yang tertulis di Panduan Gerakan Literasi SD. Pada tahap ini bertujuan
untuk menumbuhkan minat siswa terhadap bacaan dan kegiatan membaca.
Pada tahap pembiasaan membaca, secara konsep ada
beberapa hal yang harus dilakukan oleh pihak sekolah yakni
- Guru di kelas membacakan buku/mengarahkan
kepada siswa untuk membaca buku cerita/pengayaan selama 15 menit sebelum
pelajaran dimulai. Kegiatan membaca buku ini dapat dilakukan dengan nyaring
atau di dalam hati,
- Memfasilitasi koleksi buku nonpelajaran untuk mendukung kegiatan membaca 15 menit tersebut,
- Mendorong kebiasaan literasi dengan
menggunakan sarana dan prasarana sekolah sehingga dapat dimanfaatkan guna
menumbuhkan minat baca siswa siswa,
- Bekerjasama dengan mitra luar sekolah
dalam penambahan koleksi buku, pengembangan sarana buku bacaan, dan
sebagainya,
- Selektif dalam memilih koleksi buku yang
sesuai dengan usia siswa.
2. Tahap pengembangan
Tahap
pengembangan merupakan tahap peningkatan kemampuan literasi melalui kegiatan
menanggapi buku pengayaan. Pada tahap ini berfungsi untuk meningkatkan
pemahaman, kecakapan dan minat para siswa terhadap membaca yang dilakukan
dengan memvariasikan metode kegiatan literasi dengan berbagai macam cara.
Pelaksanaan pengembangan kegiatan literasi ini dapat dilakukan bervariasi
sesuai dengan gaya mengajar guru kelas.
Bahkan pihak sekolah dapat mendatangkan mitra dari
eksternal untuk berpartisipasi dalam gerakan literasi.
Di kelas rendah pengembangan kegiatan literasi
dilakukan dengan beberapa cara yakni melalui video pembelajaran, membacakan
cerita dengan nyaring, memandu siswa untuk membaca buku, membaca
bersamama-sama, dan membaca mandiri.
Di kelas tinggi, media yang digunakan dan pengembangan
kegiatan lebih variatif karena kecakapan literasinya jauh lebih tinggi. Di
kelas tinggi biasa menggunakan puisi, cerita rakyat, pantun sederhana, buku
besar, dan yang semacamnya dengan pengembangan kegiatan berupa membaca nyaring,
membaca bersama, membaca dalam hati, lewat video pembelajaran, menuliskan kesan
kalimat sederhana, dan lain-lain.
3. Tahap pembelajaran
Tahap pembelajaran merupakan tahap meningkatkan
kemampuan literasi di semua mata pelajaran dengan menggunakan buku pengayaan
dan strategi membaca di semua mata pembelajaran (Kemendikbud, 2016: 5).
Kegiatan tahap pembelajaran dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kurikulum di sekolah. Yaitu siswa diwajibkan membaca buku nonteks pelajaran. Namun dalam pelaksanaannya harus tetap mempertimbangkan beberapa prinsip. Prinsip-prinsip itu di antaranya, buku yang dibaca berupa buku ilmu pengetahuan umum, buku tentang minat khusus, atau buku-buku yang dikaitkan dengan mata pelajaran. Namun dapat pula buku-buku terkait tagihan akademis, yaitu berkaitan dengan tugas atau penguasaan suatu mata pelajaran.
Terus gimana sih keadaan minat baca siswa ini selama pandemi?
Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting untuk
dilakukan, karena membaca merupakan salah satu cara untuk meningkatkan atau
memperluas pengetahuan individu. Intensitas kegiatan membaca yang dilakukan
oleh individu akan berpengaruh terhadap tingkat kognitif. Sebagai suatu
kegiatan yang dianggap penting, kegiatan membaca memberikan banyak manfaat dan
pelajaran terutama mengenai pelajaran kehidupan.
Sekolah yang memiliki peluang banyak untuk menumbuhkan budaya membaca pada anak-anak, saat ini sekolah terhambat untuk melakukan itu semua. Namun munculnya wabah Covid-19 dikehidupan masyarakat yang merubah tatanan kehidupan masyarakat, seperti kesehatan, sosial, ekonomi politik serta pendidikan. Dalam dunia pendidikan, anak sekolah belajar secara daring atau secara mandiri dirumah masing-masing. Ketika pemberlakukan sekolah online, sebagian besar anak-anak lebih memanfaatkan waktu mereka untuk bermain dari pada untuk membaca. Keadaan inilah yang rentan menjadikan minat baca anak rendah dimasa pandemi sekarang ini karena kurangnya pengawasan dalam belajar.
Kamu tahu ga, apa yang menyebabkan minat baca siswa SD sangat rendah?
Faktor yang menjadi penyebab minat baca sangat rendah
adalah dengan berkembangnya teknologi Informasi. Teknologi Informasi disini
sangat bermacam-macam contohnya seperti media sosial yang sekarang lagi
merajalela di dunia anak, remaja, dewasa dan orang tua. Bahkan media sosial ini
menyebabkan dari diri kita tidak bisa terpisahkan.
Secara umum, terdapat dua faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya minat baca siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri, seperti
pembawaan, kebiasaan, dan ekspresi diri. Sementara faktor eksternal adalah
faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa atau biasa disebut dengan
faktor lingkungan, baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah.
Faktor eksternal ini mempengaruhi adanya motivasi, kemauan, dan kecenderungan
untuk selalu membaca.
Ketika pembelajaran dilakukan secara tatap muka, untuk
melihat minat baca peserta didik di sekolah dapat dengan melihat kunjungan
daftar perpustakaan di sekolah. Masih banyak perpustakaan di sekolah yang minim
pengunjung. Terlebihlebih sekolah-sekolah yang berada di daerah-daerah.
Perpustakan masih belum menjadi tempat yang menyenangkan bagi siswa sehinga
pengunjung perpustakaan sangatlah rendah.
Penyebab siswa tidak ingin mengunjungi perpustakaan
berasal dari pihak pengelola pendidikan dan pengelola perpustakaan sekolah yang
tidak peduli dengan perpustakaan sekolah sehingga menyebabkan perpustakaan itu
lebih mirip seperti gudang buku, buku tertumpuk tidak beraturan, berserakan,
banyak buku yang berdebu dan buku yang ada di perpustakaan hanya berupa buku
pelajaran dan tidak ada koleksi baru. Sehingga menyebabkan minat baca siswa
tidak terbangun dengan baik dan menyebabkan mereka enggan untuk mengunjungi
perpustakaan yang ada di lingkungan sekolah.
Namun pada kondisi sekarang ini, jumlah kunjungan
fisik ke perpustakaan tidak lagi dapat dijadikan acuan untuk menentukan minat
siswa dalam membaca koleksi perpustakaan, mengingat pembelajaran dilakukan
secara daring, yang menyebabkan siswa tidak diperbolehkan datang ke
sekolah.
Terus gimana caranya agar minat baca siswa SD dapat ditingkatkan?
Seperti yang dibahas sebelumnya bahwa minat baca siswa
disekolah masih sangat rendah, dan untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat
baca dalam kehidupan siswa bukanlah pekerjaan yang mudah. Dengan demikian, ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat baca siswa, antara
lain:
•
Dengan memberikan rewards.
Pihak sekolah atau pengelola perpustakaan dapat memberikan hadiah bagi siswa
yang rajin ke perpustakaan sekolah dan sering meminjam buku.
•
Memberikan tugas yang berhubungan dengan
perpustakaan sehingga siswa akan lebih sering berkunjung ke perpustakan.
•
Siswa membutuhkan teladan dalam membaca
ini bisa kita contoh dari seorang guru karena suka mendatangi perpustakaan dan
membaca buku.
Selain itu, pada masa pandemic Covid19
ini diperlukan adanya adaptasi baru dalam pembelajaran. Hal ini memiliki
kendala berupa adanya perubahan pola kegiatan belajar mengajar, dari tatap muka
di kelas menjadi sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Terdapat cara mudah
untuk mengatasi sistem pembelajaran ini yaitu dengan cara membaca buku. Untuk
meningkatkan minat baca siswa dirumah selama masa pandemi dapat dilakukan
dengan cara:
1.
Meningkatkan Layanan Perpustakaan Di
Sekolah Dan Lingkungan
Masyarakat
Ketersediaan
bahan bacaan memungkinkan tiap orang untuk memilih apa yang sesuai dengan minat
dan kepentingannya. Dari situ, tumbuh harapan bahwa masyarakat kita akan
semakin mencintai bahan bacaan dan memiliki pengetahuan yang luas sehingga
kemampuan berpikir kritis masyarakat akan semakin terasah. Untuk itu selain
perlu mengembangkan perpustakaan di sekolah juga perlu mengembangkan
perpustakaan berbasis masyarakat yang dikelola oleh masyarakat dengan anggaran
swadaya masyarakat. Hal itu dapat dilakukan melalui :
•
Dibangunnya perpustakaan nasional dan
perpustakaan daerah (di tingkat propinsi, kecamatan, atau desa).
•
Penyadaran pada masyarakat sekolah dan
diluar sekolah untuk bahu membahu dalam mengatasi keterbatasan sarana
perpustakaan di wilayahnya dengan program “donasi buku” atau “waqaf buku” atau
pendanaan sukarela dari donatur tertentu dan dari warga yang lebih mampu untuk
biaya operasional perpustakaan tersebut.
•
Penyediaan bahan bacaan yang variatif yang
mendukung pembelajaran dan mendorong siswa menyukai buku. Beberapa siswa
memiliki minat yang berbeda pada bentuk, cover, tampilan, dan desain buku yang
berbeda dari tampilan buku-buku paket pelajaran walaupun tema dan pembahasannya
sama.
Karena
mungkin juga minat baca siswa tidak hanya pada materi yang tertuang dalam
pelajaran tetapi pada pengetahuan lain yang belum tersaji dalam pembelajaran
dikelas. Oleh sebab itu pemerintah perlu menyediakan buku-buku bacaan yang
variatif, menarik dan bermutu, khususnya di tingkat SD sebagai penentu minat
baca siswa dan tahap awal siswa memahami manfaat buku.
•
Peningkatan kinerja kepegawaian
perpustakaan.
Pelayanan
perpustakaan seperti kondisi ruangan yang cukup ventilasi, tidak sumpek/gerah,
bersih, luas dan rapi dalam penataan
indeks buku akan membantu pengunjung merasa nyaman dan bersemangat berkunjung
keperpustakaan. Fasilitas pepustakaan juga sudah berbasis teknologi. Koleksi
ilmu pengetahuan tidak hanya dalam bentuk buku dan kertas tetapi telah tersedia
dalam berbagai sarana teknologi seperti CD dan data online yang lebih mudah
diakses.
2.
Memperbaharui Sistem Pembelajaran Di
Sekolah
Guru
perlu memberikan tugas pembelajaran yang menantang dan menarik untuk siswa
misalnya dalam proses kegiatan belajar guru memberikan/memunculkan masalah yang
dapat diskusikan bersama dengan siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk
menggali banyak informasi melalui aktivitas membaca.
Sekolah
juga perlu membuat program membaca setiap pekan melalui pendekatan bahasa
seperti
“whole
language” yaitu suatu pendekatan pengajaran bahasa secara utuh,
dimana keterampilan menyimak, membaca, menulis dan berbicara diajarkan secara
terpadu. Contoh kegiatan misalnya program membaca senyap selama 15 menit yang
dilakukan oleh semua warga sekolah, lalu membuat jurnal, ringkasan atau hasil
karya tentang isi bacaan/buku yang telah dibaca yang selanjutnya dapat di
pajang dan dikonteskan dalam bentuk tulisan atau pidato (presentasi), sehingga
siswa termotivasi dalam membaca.
3.
Membudayakan Cinta Baca Mulai Dari
Keluarga
a. Menumbuhkan minat membaca
anak sejak usia dini (pra-sekolah)
•
Mengenalkan buku-buku bacaan yang menarik
perhatian anak seperti buku cerita atau buku bergambar. Minat membaca pada anak
dibangun mulai dari minat terhadap buku, ketertarikan pada buku akan merangsang
anak termotivasi memiliki kemampuan membaca dan membaca lebih banyak.
•
Membawa anak sesering mungkin ke
pusat-pusat buku, seperti perpustakaan, toko buku, atau bursa buku (book
fair).
•
Membantu anak merancang kegiatan bermain
yang melibatkan buku, seperti bermain peran menjadi pelayan di toko buku,
membuat kliping bergambar dari buku, majalah atau koran tentang sesuatu
misalnya buah-buahan dan binatang.
•
Memberikan atau penghargaan atas
keberhasilan anak dengan hadiah buku.
b.
Menyediakan perpustakaan keluarga.
Ketersediaan
perpustakaan kecil keluarga akan membantu anggota keluarga terbiasa akrab
dengan buku saat berada di rumah dan pada waktu-waktu berkumpul bersama anggota
keluarga, hal ini juga membantu anak mengenali dan menyukai buku sejak dini
walaupun buku tersebut sudah pernah dilihat/dibacanya, terkadang anak tidak
bosan untuk membaca ulang.
c.
Menyediakan program wajib baca dalam
keluarga.
orang tua perlu menetapkan jam wajib baca. Tiap
anggota keluarga baik orang tua, anakanak, dan semua yang tinggal dalam rumah
diminta untuk mematuhinya. Sebaiknya
orang tua menyisihkan waktunya untuk membaca buku, atau sekadar menemani
anak-anaknya membaca buku. Dengan begitu, anak-anak akan mendapatkan contoh
langsung dari kedua orang tuanya.
4.
Mengontrol Penggunaan Media Elektronik
(TV, vidio game, handphone, internet).
Peran orang tua dan guru sangat dibutuhkan dalam
upaya ini, dimana guru dan orang tua
bekerjasama memberi pemahaman kepada siswa/anak tentang dampak buruk penggunaan
media elektronik yang tidak terkontrol dapat meyebabkan hilangnya waktu belajar
dan menurunnya kosentrasi.
5.
Memperbaiki Kerjasama dengan
Penerbit
dan Percetakan Buku dalam Pengadaan Buku Murah Berkualitas.
Pemerintah perlu mengupayakan kerjasama dengan penerbit dan percetakan buku bacaan dalam menekan harga buku yang belum sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat, hal ini mungkin dapat dilakukan dengan mengurangi atau bahkan membebaskan beban pajak dan biaya penerbitan atau percetakan, pemberian subsidi bagi penerbit buku sehingga harga buku dapat lebih terjangkau oleh masyarakat.
Jadi dari pemaparan diatas, dapat saya ambil kesimpulan bahwa minat baca masyarakat di Indonesia yang rendah ini
dapat diatasi salah satunya dengan membiasakan literasi sejak dini melalui
penerapan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. GLS tetap dapat
dilaksanakan walaupun pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (PJJ). Tahap
pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) diantaranya tahap pembiasaan, tahap
pengembangan, dan tahap pembelajaran. Gerakan Literasi Sekolah lebih dari
sekedar membaca dan menulis namun mencakup keterampilan berfikir sesuai dengan
tahapan dan komponen literasi. Penerapan GLS di masa pandemi Covid-19 ini seperti
guru membiasakan memulai pembelajaran dengan 15 menit membaca serta memberikan
tugas terkait dengan bacaan, sekolah dapat membuat website yang berisikan
e-book serta dapat diakses oleh siswa maupun guru dimana saja dan kapan saja,
kemudian menyediakan perpustakaan keluarga berisi beraneka macam buku yang
disukai anak. Untuk mewujudkannya, diperlukan kerja sama yang baik dari
sekolah, guru, dan keluarga.
Aprilia, I. (2017). Pelaksanaan Program Gerakan Literasi Sekolah Guna
Meningkatkan
Budaya Membaca
Siswa
Di Sd Negeri 2 Limpakuwus.
Retrieved May 30, 2021, from repository.ump.ac.id:
http://repository.ump.ac.id/4209/3/I
MELDA%20APRILIA%20-
%20BAB%20II.pdf
Faizah, DU; S. Sufyadi; L. Anggraini; W.
Waluyo. (2016). Panduan Gerakan Literasi
Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah. Retrieved June 1, 2021, from http://repositori.kemdikbud.go.id/40/
1/Panduan-Gerakan-Literasi-Sekolahdi-SD.pdf
Marchand-Martella, N., Martella, R. C.,
Modderman, S. L., Petersen, H. M., & Pan,
S. (2013). Key Areas of Effective Adolescent Literacy Programs.
Education
and Treatment of Children, 36(1). Retrieved May 30, 2021, from https://www.jstor.org/
Purwadi, P; M. Hendrik; SK. Arafatun. (2019).
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Tahap
Pembiasaan: Perbedaan Implementasi
Antara SD Negeri 3 Pangkalpinang
Dengan SD STKIP Muhammadiyah
Bangka Belitung. SEMNASFIP 2019, 281-284. Retrieved May 30, 2021, from
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/SE
MNASFIP/index
Teguh, M. (2020). Gerakan Literasi Sekolah
Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar
Flobamorata, 23-25. Retrieved June 2,
2021, from
https://pgsd.umk.ac.id/files/prosiding
/2017/3%20Mulyo%20Teguh.pdf
Komentar
Posting Komentar